Pengepul sampah plastik di Jalan Citarum, Cideng, Jakarta Pusat, Harto, memilah botol plastik yang dibelinya seharga Rp 1.000 per kilogram dari pemulung, Rabu (27/2). Sampah plastik tersebut kemudian dijual ke pabrik pengolah plastik untuk didaur ulang. Mereka secara tidak langsung ikut membantu pemerintah dalam menangani masalah sampah.
Kompas, Jumat, 22 Agustus 2008 | 20:33 WIB
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit mentah. Plastik yang selama ini beredar di masyarkat masih memakai zat kimia yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia. Hasil samping sawit terbukti aman dari gangguan itu. "Hasil samping ini sebagai pelunak plastik. Bahannya banyak terdapat di sekitar kita. Pemanfaatan hasil samping minyak sawit ini sekaligus bisa meningkatkan nilai jualnya," kata Basuki Wirjosentono di Kampus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, Jumat (22/8). Gliserol menjadi bahan pengganti dioktil ftalat atau dalam istilah kimia dikenal dengan DOP. Bahan ini bagus bereaksi dan murah harganya. Sayangnnya, zat kimia ini bersifat racun penyebab kanker pada manusia. DOP dan glicerol sama-sama bisa menjadi bahan pelunak plastik. Namun gliserol lebih aman bagi kesehatan dan tidak mengandung racun. Dalam penelitiannya, Basuki mengubah gliserol menjadi poli gliserol agar zat ini menjadi lebih kental. Selanjutnya dia mengubahnya lagi menjadi poligliserol asetat agar senyawa ini bisa bercampur baik dengan plastik. Dia mulai melakukan penelitian ini lima tahun lalu. Sementara ini hasil penelitiannya belum dimanfaatkan secara komersial. Di sejumlah forum internasional, Basuki sudah mengenalkannya. Produksi alat pelunak plastik ini masih dalam skala laboratorium dalam jumlah liter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar