Laporan wartawan Agnes Rita Sulistyawaty
PADANG, KAMIS — Sejumlah kasus keluarnya harimau dari hutan merupakan tanda alam yang disampaikan si raja hutan tentang kerusakan lingkungan di dalam hutan. Kerusakan lingkungan itu bisa disebabkan perambahan hutan, pembalakan liar, hingga pembakaran hutan dan lahan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat Indra Arinal, Kamis (26/2), mengatakan, kerusakan hutan di Sumatera bagian tengah ini tergolong besar. Itulah salah satu pemicu sejumlah konflik antara harimau dan manusia yang terjadi serentak pada bulan Januari-Februari ini.
Konflik harimau-manusia yang sangat banyak di Sumatera Barat, Jambi, dan Riau, menunjukkan bahwa kondisi hutan sudah sangat rusak. "Hutan ini merupakan habitat hidup harimau. Kalau hutan tidak terganggu, harimau tidak akan mengambil risiko besar untuk keluar dari habitat mereka dan menampakkan diri ke pemukiman manusia," ujar Indra.
Di Sumatera Barat, konflik harimau terjadi pada akhir Januari ketika harimau sumatera masuk ke permukiman warga Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, dan memangsa sejumlah ternak. Masih di Kabupaten Limapuluh Kota, keresahan masyarakat akan harimau menimbulkan ekses dukungan warga atas pemburuan harimau. Seorang pemburu harimau tertangkap Polsek Kapur IX Kabupaten Limapuluh Kota dua pekan silam.
Di Provinsi Riau, konflik harimau menyebabkan tiga ekor harimau mati, sementara enam orang tewas akibat diterkam harimau di Provinsi Jambi. Kejadian terjadi hanya dalam kurun waktu satu bulan saja.
Indra mengatakan, kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berdampak pada penyakit saluran infeksi pernapasan di manusia, tapi juga terganggunya keseimbangan habitat hidup satwa di dalam hutan.
Setiap kali api membakar hutan, satwa akan terusik dan segera pindah ke tempat lain yang aman. Bila tempat untuk berpindah sudah semakin susut, satwa akan banyak masuk ke permukiman penduduk.
Sebenarnya, tidak hanya harimau yang menampakkan diri, tapi juga sejumlah satwa lain seperti beruang madu. "Namun, konflik terbesar manusia dan satwa terjadi pada harimau sehingga kasus penampakan harimau mengundang perhatian," kata Indra lagi.
Dia berharap pemerintah menyadari konflik harimau-manusia ini dan mengambil kebijakan untuk penyelamatan hutan, bukan untuk menambah konversi areal hutan.
Setiap kali api membakar hutan, satwa akan terusik dan segera pindah ke tempat lain yang aman. Bila tempat untuk berpindah sudah semakin susut, satwa akan banyak masuk ke permukiman penduduk.
Sebenarnya, tidak hanya harimau yang menampakkan diri, tapi juga sejumlah satwa lain seperti beruang madu. "Namun, konflik terbesar manusia dan satwa terjadi pada harimau sehingga kasus penampakan harimau mengundang perhatian," kata Indra lagi.
Dia berharap pemerintah menyadari konflik harimau-manusia ini dan mengambil kebijakan untuk penyelamatan hutan, bukan untuk menambah konversi areal hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar