Selasa, 25 Desember 2007

PDAM Menuju Potable Water

SOURCE Dimuat di Majalah Air Minum edisi 144, September 2007.

Patut diakui, tidak semua PDAM memiliki kawasan yang kualitas airnya sudah layak diminum langsung (potable water) di kran-krannya, khususnya dalam kompleks tertentu. Namun demikian, ada beberapa PDAM yang selangkah di depan (atau minimal sudah berencana membuat kawasan tersebut) karena di sebagian daerah layanannya, sebagai daerah percontohan, telah dilengkapi sarana potable water.

Opsi Instalasi
Rancangan pengolahan air yang tepat bergantung pada kualitas air baku dan kualitas air olahan yang diinginkan. Perbedaan kualitas inilah yang menentukan jenis unit operasi dan unit proses yang bakal diterapkan. Maka, untuk suplai kawasan khusus, misalnya perumahan, industri, gedung perkantoran, terminal, bandara dan lain-lain, ada dua opsi (alternatif) sumber air yang mungkin, yaitu air baku (raw water) dari sungai, danau, waduk, atau laut dan “air baku” yang berasal dari air olahan (treated water) PDAM.

Opsi pertama perlu instalasi baru berupa complete treatment di dekat badan air atau di dalam area kawasan dengan kapasitas minimal yang direncanakan, misalnya 50 l/d. Debit yang diolah tentu harus lebih besar daripada 50 l/d untuk antisipasi kehilangan air, kebocoran, kebutuhan di instalasi, dan air yang terbuang dalam pengolahan dengan teknologi membran. Perlu pula dipertimbangkan kebutuhan sepuluh tahun ke depan sebagai siaga perluasan kawaan. Kalau debit yang diolah 50 l/d maka debit potable water-nya menjadi di bawah 50 l/d. (Besar-kecilnya debit produksi ini dipengaruhi oleh kualitas air kiriman dari reservoir PDAM dan kualitas membrannya. Kualitas membran ini beragam, ditentukan oleh tipe membran, yaitu selulose asetat, composite, polyamide, dll. dan jenis modulnya: tubular, spiral, hollow fiber, atau plate-frame).

Kalau opsi kedua yang dipilih, yaitu air bakunya berasal dari air olahan (treated water) IPAM PDAM, maka tahap awal pengolahannya (pretreatment) sudah dilaksanakan. Berikutnya ialah pengolahan air di kawasan tersebut, yaitu Instalasi Pengolahan Air Minum Internal (IPAMI). Lokasinya di dalam area kawasan dengan unit operasi dan proses yang ditujukan untuk mencapai potable water. Pada opsi kedua ini pun air yang dialirkan dari reservoir PDAM harus lebih besar daripada 50 l/d. Debit kiriman yang dibutuhkan untuk memproduksi 50 l/d potable water ini pun bergantung pada kualitas air kiriman. Makin buruk kualitasnya, makin besar air limbah yang dihasilkannya (konsentrat, rejection, brine water di unit membran), selain untuk kebutuhan bebersih di instalasi dan keperluan domestik internal.

Misalkan yang dipilih adalah opsi kedua, yaitu membuat IPAMI di area kawasan. Opsi kedua ini pun memiliki dua opsi pola suplai. Yang pertama ialah pola suplai Point of Use (PoU, Titik Guna) dan yang kedua Point of Entry (PoE, Titik Masuk).
Instalasi PoU dipasang tersebar di lokasi yang akan difasilitasi dengan air layak minum, misalnya di ruang tunggu, toilet (tapi tidak di kamar mandi, WC), semua ruang kantor atau administrasi, koridor, dapur, area parkir, dll. Di setiap titik layanan disediakan storage tank air layak minum yang diolah di beberapa tempat secara terpisah dengan kapasitas yang jauh lebih kecil daripada 50 l/d. Dengan cara ini ada penghematan biaya investasi (capital), hemat biaya operasi-rawatnya karena tidak semua kapasitas 50 l/d itu diolah menjadi potable water kecuali kalau semua kapasitas itu hendak dijadikan potable water dan pemakaiannya diserahkan kepada pengelola kawasan dengan konsekuensi biaya investasi (capital), operasi-rawatnya menjadi mahal.

Pola kedua, yaitu PoE memperlakukan air olahan PDAM sebesar 50 l/d sebagai air baku bagi IPAMI. Instalasi difungsikan sebagai pengolahan lanjut (advanced treatment) dengan tetap mengacu pada perbaikan kualitas sesuai dengan unit operasi dan proses yang dibutuhkan. Pada pola PoE ini, semua kapasitas (50 l/d) akan diolah menjadi potable water sehingga otomatis biayanya lebih mahal daripada pola PoU. Dalam pola ini pun air produksinya tidak akan mencapai 50 l/d tetapi kurang dari itu. Kuantitas potable water ini bergantung pada jenis dan kondisi membran yang digunakan, kondisi operasinya (flow control dan tekanan kerja), dan kualitas air kiriman (jenis dan konsentrasi polutan seperti kekeruhan, Fe, Mn, Ca, Mg, pestisida, nitrat, nitrit, bakteri, algae, virus, mineral lain, temperatur dan pH).

Flow Diagram
Untuk menyusun diagram alir IPAMI kawasan, spektrum ukuran partikel yang ada di dalam air olahan PDAM sebesar 50 l/d itu sangat penting diketahui dan dipastikan (relatif) tidak fluktuatif. Karena dialirkan melalui pipa di bawah tanah maka potensi kebocorannya tetap harus dipertimbangkan dan akan berpengaruh pada debit dan kualitas air kiriman, sekaligus berpengaruh pada jenis unit operasi dan prosesnya.

Sebagai pertimbangan kontrol kualitas, jenis material yang mungkin masuk ke dalam pipa transmisi air olahan PDAM ke ground reservoir di IPAMI kawasan ialah coarse (gross) solid, suspended solid, koloid, dan dissolved solid. Dengan kata lain, empat padatan itulah yang disasar oleh pengolahan di IPAMI kawasan. Sebagai gambaran umum di bawah ini disertakan unit operasi (UO) dan unit proses (UP) yang perlu dibuat di IPAMI itu.

Jenis UO, UP Aplikasi
Preklorinasi Oksidator Fe, Mn, pembasmi bakteri
Pressure filter Koloid, suspended solid
Activated Carbon Adsorption Bau dan rasa, pestisida, solvent, aromatics
Mikrofiltrasi Molekul-molekul besar, polimer
Ion Exchange Calsium, magnesium, softening
Reverse Osmosis Mineral, dissolved solid
Disinfection (UV sterilizer, O3 generator) Pembasmi bakteri

 

Unit Pelengkap Fungsi
Ground tank, reservoir Penampung air kiriman dari PDAM, 50 l/d.
Oxidator tank Oksidasi Fe, Mn, dll (dengan chlorine)
High pressure pumps Untuk driving force RO
Pipa distribusi Distribusi air layak minum, pipa PE.
Backwash facility for filters Suplai air pencuci, masih bisa di-reuse.
Storage tank of potable water Penampung air produksi IPAMI
Faucet, kran, drinking fountain Tapping untuk minum.
Sludge pond Penampung sludge rejection tahap akhir

Preventif, Kontaminasi
Upaya preventif sangat penting dalam instalasi potable water. Oleh sebab itu, semua pipa di instalasi, transmisi air produksi dan distribusinya tidak boleh menyebabkan pengotoran kembali (rekontaminasi) air produksi sehingga harus dihindari penggunaan pipa besi, stainless steel, dll. Upayakan memakai pipa PE atau berbahan PVC lining (bebas timbal) yang kuat terhadap beban berat. Storage tank-nya pun hendaklah berbahan PE atau yang dijamin tidak menimbulkan kikisan logam atau oksida logam.

Patut ditekankan, pretreatment menentukan kualitas air produksi dan masa hidup (life time) membran, membran apapun yang digunakan, baik itu mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi maupun reverse osmosis (RO). Khusus unit RO (superfiltrasi, hyperfiltrasi), kemampuannya sangat tinggi dalam meremoval ion divalen (99%) dan 98% untuk ion monovalen. Syaratnya, pretreatment harus tepat agar pencemar yang merusak membran seperti di bawah ini dapat disisihkan:

scaling: CaCO3, CaSO4, BaSO4, SrSO4, CaF2, SiO2.
oksida logam: oksida atau hidroksida dari Fe, Mn, Ca, Mg, Al.
partikulat : upayakan lebih kecil daripada 5 mikron
suspended solid: lempung dalam ukuran SS, koloid
partikel biologis: algae, jamur, mikroba, dll.
zat organik terlarut: pestisida, solvent, dll
halogen: klor, kloramin, dll

Jika pretreatment tersebut tercapai, maka air produksinya akan stabil, tidak turun drastis terhadap waktu sehingga operating time-nya lama. Selain pretreatment, keberhasilan teknologi membran juga ditentukan oleh kalkulasi desain dan operasi-rawatnya.
Sebagai gambaran, di bawah ini diberikan tiga opsi urutan pengolahan yang diperlukan dengan air umpan (feed water) dari reservoir PDAM. Apabila kualitas air kiriman PDAM tersebut memenuhi standar air umpan untuk membran dan bisa dijamin relatif stabil selama operasinya, maka unit pretreatment-nya bisa dikurangi sehingga biaya investasi, instalasi, dan O-M menjadi lebih murah.

Opsi 1 (Ion exchanger), terdiri atas (1) ground reservoir air kiriman PDAM, (2) preklorinasi, (3) oxidator tank, (4) pressure filter, (5) activated carbon adsorption, (6) ion exchanger atau zeolit softener, (7) RO system, (8) storage tank untuk potable water plus UV sterilizer, O3 generator, (9) transmisi dan distribusi (drinking fountain, dispensing faucet).

Opsi 2 (double RO system), (1) ground reservoir, (2) preklorinasi, (3) oxidator tank, (4) pressure filter, (5) activated carbon adsorption 1, (6) RO system 1, (7) activated carbon adsorption 2, (8) RO system 2, (9) storage tank untuk potable water plus UV sterilizer dan O3 generator, (10) transmisi dan distribusi (drinking fountain, dispensing faucet)

Opsi 3 (mikrofiltrasi): (1) ground reservoir, (2) preklorinasi, (3) oxidator tank. (4) pressure filter, (5) mikrofiltrasi, (6) intermediate tank (untuk split kebutuhan nonpotable water), (7) RO system, (8) storage tank untuk potable water plus UV sterilizer dan O3 generator, (9) transmisi dan distribusi (drinking fountain, dispensing faucet).

Teknoekonomi
Dari kajian ringkas di atas, dapat diperoleh tiga kelompok pertimbangan teknologi membran untuk memperoleh air layak minum, yaitu:
1. Kemampuan teknologi.
Spektrum kemampuan teknologi membran sangat luas, dapat mengolah air berkadar garam rendah (air tawar) sampai dengan sangat tinggi, misalnya 35.000 mg/l atau bahkan 60.000 mg/l. Kalau mengolah air laut saja sudah demikian mampu, maka mengolah air tawar yang sudah di-pretreatment tentu lebih mudah dan lebih murah. Itu sebabnya, selain pretreatment, keberhasilannya ditentukan juga oleh akurasi desain dan operasi-rawatnya yang sesuai dengan prosedur standar.
2. Biaya investasi (capital).
Umumnya, makin besar kapasitas pengolahan, makin rendah biasa investasi per meter kubik air produksinya. Ini diperlihatkan oleh bentuk grafiknya yang menurun searah dengan sumbu X dalam koordinat Cartesian dan sudah menjadi pengalaman atau fakta di semua unit potable water di seluruh dunia.
3. Operasi-rawat.
Biaya ini dipengaruhi oleh kualitas air baku, kondisi setiap unit pengolah dan harga jual airnya. Umumnya, biaya menjadi murah apabila kualitas air bakunya bagus sehingga langsung berpengaruh pada life time unit pengolah.
Demikian dan semoga bermanfaat. *
Wassalam
Gede H. Cahyana

Tidak ada komentar: