Rabu, 14 April 2010

Hidrologi Gambut Harus Dipulihkan

Rabu, 14 April 2010 | 04:39 WIB
Jakarta, Kompas - Restorasi hidrologi lahan gambut lokasi megaproyek lahan 1 juta hektar di Provinsi Kalimantan Tengah jadi kunci keberhasilan pemenuhan target penurunan emisi karbon 26 persen 2020.
Jika kanal eks proyek lahan gambut dibendung dan lahan gambut tetap basah selama 2010-2020, emisi karbon Indonesia akan berkurang sekitar 250 juta ton. Hal itu disampaikan Direktur Wetland International Indonesia Nyoman Suryadiputra selaku pembicara dalam seminar Post Copenhagen expectation, How to Meet Indonesia’s Commitment di Jakarta, Selasa (13/4). Reboisasi, menurut dia, butuh waktu sebelum pohon bisa menyerap karbon.
Megaproyek di Provinsi Kalimantan Tengah ialah proyek gagal pembuatan sawah pada lahan gambut seluas 1,457 juta hektar di akhir masa pemerintahan Soeharto. Hanya sekitar 300.000 hektar lahan bisa ditanami.
Proyek itu menghancurkan lingkungan dan meningkatkan risiko bencana kebakaran lahan gambut. Tanpa terbakar, lahan gambut telah melepas emisi karbon dalam jumlah besar. Jumlah itu semakin berlipat jika lahan gambut terbakar. Pelepasan karbon dari lahan gambut menambah tebal gas rumah kaca yang meningkatkan temperatur bumi.

Nyoman memproyeksikan, tanpa upaya menurunkan emisi, maka pada 2020 emisi karbon Indonesia akan mencapai 2,82 gigaton (Gt). ”Untuk memenuhi target penurunan emisi 26 persen yang dijanjikan Presiden, emisi karbon harus dikurangi hingga 580 juta ton CO pada 2010-2020. Emisi karbon lahan gambut kering sepanjang tahun mencapai 50 juta ton CO per hektar per tahun. Pelepasan karbon di enam bulan musim kemarau, saat lahan eks PLG mengering melepaskan 25 juta ton CO,” kata Nyoman.
Kalimantan memiliki 5,8 juta ha lahan gambut—simpanan karbonnya 11,27 Gt Carbon (setara 40 Gt CO). ”Kalimantan Tengah memiliki 3 juta hektar lahan gambut, sebagian besar di Kabupaten Kapuas, Katingan, dan Kahayan Hilir. Kepadatan penduduknya rendah, 7-22 jiwa per kilometer persegi, sehingga restorasi hidrologi tidak menelan banyak biaya,” katanya.
Dia menegaskan, restorasi hidrologi PLG harus diimbangi komitmen pemerintah membatasi pembukaan lahan gambut atau pembangunan di atas lahan gambut dengan pengeringan. Dia meminta pemerintah meninjau ulang Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009 mengatur alih fungsi lahan gambut.
Pembicara lainnya, Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Kementerian Kehutanan Iman Santoso, menyatakan, Indonesia dengan 21,07 juta hektar lahan gambut merupakan negara dengan lahan gambut terluas keempat di dunia. ”Namun, lahan gambut Indonesia menjadi penghasil emisi karbon terbesar di dunia,” kata Iman.
Dia menjelaskan, selain PLG, lahan gambut di Indonesia juga dijadikan hutan tanaman industri (HTI) dan hak pengusahaan hutan (HPH). ”Luas HTI di lahan gambut 1,79 juta hektar, sedangkan HPH 1,39 juta hektar. Yang telanjur jadi HTI dan HPH tetap dimanfaatkan, tetapi kami menghindari pembukaan baru,” katanya. (ROW)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/14/04394755/hidrologi.gambut.harus.dipulihkan

Tidak ada komentar: