Kamis, 12 Februari 2009

PCB dan DDT Dilarang Begitu Konvensi Stockholm Diratifikasi

KOMPAS, Kamis, 5 Februari 2009 | 16:24 WIB

JAKARTA, KAMIS - Rencana pemerintah segera meratifikasi Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten terancam tertunda. Muncul pendapat agar ratifikasi dilakukan paling cepat Juli 2009 atau setelah pemilihan umum.

”Kami berharap sebelum bulan Mei sudah diratifikasi,” kata Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup Arief Yoewono seusai rapat dengar pendapat antara pemerintah dan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (4/2). Alasannya, Indonesia dapat mengikuti Pertemuan Para Pihak (COP) ke-3 Konvensi Stockholm awal Mei 2009.

Pada pertemuan kemarin, seluruh departemen yang hadir menyatakan persetujuannya segera meratifikasi konvensi yang mulai berlaku 17 Mei 2004 itu. Selain Kementerian Negara Riset dan Teknologi, hadir pula wakil Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, serta Departemen Luar Negeri.

”Kami siap mendukung ratifikasi konvensi,” kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Deptan Sutarto Alimoeso. Deptan hingga kini telah melarang 38 jenis pestisida atau bahan aktif untuk pertanian.

Dari 12 bahan pencemar organik yang diidentifikasi sulit terurai (persistent organic pollutants/POPs) dan dilarang di seluruh negara peratifikasi, delapan di antaranya masuk kategori pestisida yang berbahaya bagi kelestarian lingkungan. Dua bahan kimia industri, PCB dan HCB, serta dua bahan lainnya terbentuk melalui proses bersuhu tinggi, dioksin dan furan.

Permintaan agar ratifikasi dilakukan paling cepat bulan Juli mendatang disampaikan anggota Komisi VII DPR, Effendi Simbolon. Alasannya, ratifikasi konvensi akan dijadikan klaim keberhasilan pemerintahan sekarang.

”Jangan sampai menjadi alat tambah nilai rapor calon presiden siapa pun. Meskipun fraksi saya memerintahkan setuju ratifikasi, saya minta diundur setelah pilpres,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.

Bahan pengganti

Salah satu konsekuensi ratifikasi konvensi yang patut ditindaklanjuti pemerintah adalah ketersediaan bahan pengganti POPs, di antaranya PCB untuk keperluan industri elektronik dan DDT yang banyak digunakan sebagai pestisida.

”Bahan pengganti untuk pestisida sudah banyak pilihannya. Namun, pengganti bahan di sektor industri seperti baja belum bisa Indonesia hasilkan sendiri,” kata Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman. Konsekuensinya, impor bahan pengganti dari negara lain.

Karena itu, pihaknya akan mengembangkan penelitian soal bahan-bahan pengganti POPs.

Menurut Arief, langkah ratifikasi Konvensi Stockholm di antaranya akan diikuti beberapa kompensasi, seperti adanya bantuan teknis pengawasan dan pengendalian POPS di Indonesia, termasuk bantuan pendanaan bagi penelitian bahan penggantinya.

Salah satu kewajiban sebagai negara peratifikasi adalah membayar iuran sebesar 10.000 dollar Amerika Serikat per tahun. (GSA)


Sumber : Kompas Cetak
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/02/05/16243229/pcb.dan.ddt.dilarang.begitu.konvensi.stockholm.diratifikasi..

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Hello, Apa kabar?

Hanya mengabarkan bahwa Pak KK memiliki situs semi-blognya sendiri di: www.ristek.go.id/makalah-menteri/index.php

Terima kasih

Unknown mengatakan...

Hello,

hanya mengabarkan bahwa Pak KK (Menegristek) punya situs semi-blog. Alamatnya: www.ristek.go.id/makalah-menteri/index.php

Terima kasih,
Salam,
AFM