Senin, 30 Maret 2009

Lowongan Kerja

PT Wira Bhumi Sejati

Expiry date: April 06, 2009

• PROJECT MANAGER COAL MINING (PM)
• SAFETY MANAGER (SM)
• HRD OFFICER (Code: HR)
• PLANT SUPERVISOR (PS)
• SURVEYOR (Code: SY)
• MINE PLANNING & ENGINEERING (ME)

• PROJECT MANAGER COAL MINING (PM)

Job Description & Qualification:

• Reporting to Operation Manager
• This position responsible for managing a Mining Project
• Manage all aspects of mining including Production, Plant, Finance, SH&E, GA, & HR accordingly to the Project s KPIs & target
• ensure all operational aspects of mining including mine planning & other contractual issues being managed externally with Mining Owner
• Male and age max 45 years old
• Mining degree with GPA min 2.8
• 5 (five) years professional experience in similar
• Fluent in English both written and spoken
• Good attitude, honest, self-motivated, team player, leadership, strong analysis, conceptual thinking
• Have communication skill & ability to establish an effective communication internally with team and externally with Mining Owner
• Based in South Kalimantan

• SAFETY MANAGER (SM)

Job Description & Qualification:

• Reporting to Business Development Director this position will be responsible to develop and implement all aspects of safety and training, accident prevention, safety performance report, and accident and incident investigation for the mining operations
• Male and age max 35 years old
• Degree or diploma in Mining/Occupational Health and Safety/Environmental Engineering with GPA min 2.8
• Minimum 5 (five) years professional experience
• Knowledge of HSE and OHSAS 18001
• Fluent in English both written and spoken
• Good attitude, honest, self-motivated, team player, leadership, strong analysis, conceptual thinking
• Have communication skill & ability to establish an effective communication with team
• Willing to be placed at any places in Indonesia

• HRD OFFICER (Code: HR)

Qualification:

• Female and age max 30 years old
• Psychology degree with GPA min 2.8
• Minimum 2 (two) years professional experience
• Fluent in English both written and spoken
• Good attitude, honest, self-motivated, team player, leadership, strong analysis, conceptual thinking
• Have communication skill & ability to establish an effective communication with team
• Willing to be placed at any places in Indonesia

• PLANT SUPERVISOR (PS)

Job Description & Qualification:

• Reporting to Plant Superintendent
• Responsible to develop maintenance planning and schedule
• Male and age max 30 years old
• Degree in Mechanical with GPA min 2.8
• Minimum 2 (two) years professional experience
• Fluent in English both written and spoken
• Good attitude, honest, self-motivated, team player, leadership, strong analysis, conceptual thinking
• Have communication skill & ability to establish an effective communication with team
• Willing to be placed at any places in Indonesia

• SURVEYOR (Code: SY)

Qualification:

• Male and age max 35 years old
• Geodetic degree or diploma from with GPA min 2.8
• Minimum 2 (two) years professional experience
• Fluent in English both written and spoken
• Good attitude, honest, self-motivated, team player, leadership, strong analysis, conceptual thinking
• Have communication skill & ability to establish an effective communication with team
• Willing to be placed at any places in Indonesia

• MINE PLANNING & ENGINEERING (ME)

Job Description & Qualification:

• Work closely with Operation Manager & Project Manager
• Responsible to support projects with short and long term mine planning and other mining engineering aspects, set up a production standard, continuously monitor the achievement gap and analyze necessary improvement action
• Mining or Geological Engineering degree
• Minimum 2 (two) years professional experience
• Have mining operation technical skill
• Ability to analyze mine planning from Mining Owner & creating an effective mining sequence
• Ability to operate mining software
• Based in South Kalimantan

Please send your application letter completed with a comprehensive resume, recent photograph, and work reference to the address below or email to :

hrd@wbs.co.id
or
HRD PT Wira Bhumi Sejati
Jl. Gayung Sari Barat No. 9
Surabaya 60231

Sumber : http://md-jobs.blogspot.com/2009/03/pt-wira-bhumi-sejati.html

Ditemukan Spesies Mampu Hidup di Air Mendidih

Bumi dipotret dari ruang angkasa.

Sabtu, 28 Maret 2009 | 13:21 WIB

NEW DELHI, KOMPAS.com — Beberapa ilmuwan India telah menemukan mikro-organisme yang disebut "extremophiles", yang dapat bertahan hidup di dalam air mendidih dan radiasi sinar ultraviolet.

Menurut laporan tabloid setempat Mail Today, para ilmuwan tersebut menemukan mikro-organisme itu pada ketinggian 40 kilometer di atas permukaan Bumi.

Penelitian dipimpin ilmuwan dari Center of Cellular and Microbiology di kota Hyderabad, India Selatan, S Shivaji. Ia telah meneliti bakteri di Antartika, Samudera Kutub Utara, dan Gletser Himalaya. "Ketiga spesies baru yang ditemukan sekarang dapat dibedakan dari semua spesies yang sejauh ini dilaporkan di dalam catatan ilmiah," kata surat kabar tersebut, yang mengutip keterangan Shivaji.
Bakteri itu dapat bertahan pada radiasi ultraviolet dosis lebih tinggi, tumbuh di dalam kondisi gizi rendah, dan memiliki susunan asam lemak yang memungkinkan mereka bertahan hidup dalam kondisi ekstrem.

Spesies baru itu kini diisolasi. Semua spesies tersebut dikumpulkan dari ketinggian antara 20 kilometer dan 41,4 kilometer pada April 2005, tetapi temuannya baru terjadi belum lama ini. Para ilmuwan mengatakan sulit untuk meramalkan bagaimana bakteri dapat bertahan hidup di lingkungan yang rendah oksigen semacam itu.

Penelitian extremophiles menimbulkan pertanyaan mengenai kelangsungan hidup bentuk kehidupan. Itu dapat mengarah pada pengenalan lebih lanjut mengenai rangkaian baru dan menemukan beragam penerapan produk yang berlandaskan bioteknologi.

ONO
Sumber : Ant

Daur Ulang Sampah Plastik di Lhokseumawe Dilirik Perusahaan Dunia

Kamis, 26 Maret 2009 | 20:23 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Khaerudin

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com - Upaya daur ulang sampah plastik yang dilakukan Palapa Plastic Recycle Foundation, sebuah lembaga yang dibentuk masyarakat Lhokseumawe untuk mengatasi persoalan sampah plastik, kini mulai dilirik perusahaan pendaur ulang sampah plastik terbesar di dunia. Lembaga ini ditawari kesempatan mengekspor sampah plastik yang telah diolah.

Menurut Chairman Palapa Plastik Recycle Foundation (PPRF) Baharudin Sanian, yayasannya menampung berbagai sampah plastik yang dikumpulkan pemulung. Berbeda dengan agen barang bekas, yayasan ini menurut Baharudin , memberdayakan pemulung dengan cara membantu mereka mengetahui nilai ekonomis sampah plastik. Jika sebelumnya pemulung menyerahkan sampah plastik berbagai jenis dalam bentuk aslinya, yayasan membantu pemulung memisahkan berbagai jenis sampah plastik tersebut sesuai unsur kimianya masing-masing.

"Dengan cara membagi semua jenis sampah plastik menurut unsur kimianya masing-masing, secara langsung membuat harga jual sampah plastik tersebut meningkat. Dulu ketika pemulung menyerahkan sampah plastik dalam bentuk utuh dan berca mpur baur, dihargai oleh agen pengumpul hanya Rp 1000 perkilogram. Tetapi ketika sampah plastik tersebut mulai dibagi dan dikelompokan sesuai unsur kimianya, harganya meningkat berkali lipat," ujar Baharudin.

Dia mencontohkan, satu botol minuman bisa terdiri dari dua jenis sampah plastik yang berbeda, botol dan tutupnya. Ketika keduanya dipisahkan dan digabungkan dengan jenis yang sama, maka harga sampah plastik tersebut bisa lebih mahal dibanding saat pemulung menjual botol dan tutupnya tak terpisah. "Kami butuh waktu sampai dua tahun membuat pemulung tahu membedakan jenis-jenis sampah plastik," ujar Baharudin.

PPRF kini memiliki sebuah tempat penampungan dan pabrik pengolahan sampah plastik. Pabrik ini berfungsi menggiling sampah-sampah plastik yang telah dipisahkan ke dalam berbagai jenis, menjadi serpihan kecil atau plastic chips. "Kalau dijual dalam bentuk plastic chips ini, harganya lebih mahal lagi, " kata Baharudin.

PPRF menurut Baharudin sempat dibantu lembaga donor yang datang ke Lhokseumawe pascatsunami. Dari lembaga donor inilah, PPRF mendapatkan konsultasi bisnis dan dihubungkan dengan salah satu perusahaan pengolah sampah plastik terbesar di dunia yang berbasis di Hong Kong, Fukutomi.

Perwakilan Fukutomi telah datang ke Lhokseumawe dan tertarik dengan apa yang kami lakukan. Mereka meminta kami mengekspor sebesar dua kontainer sampah plastik yang telah digiling tersebut, ujar Baharudin sembari mengatakan, dalam sebulan PPRF bisa menjual 150 ton sampah plastik yang telah diolah ke pabrik pengolahan.

Namun upaya Baharudin dan PPRF mengatasi persoalan sampah plastik ini tak sepenuhnya didukung Pemerintah Kota Lhokseumawe. Mereka malah membebani PPRF agar membantu Pemkot menyediakan tempat sampah untuk berbagai jenis sampah berbeda.

"Padahal kami minta Pemkot agar mau mendidik masyarakat, membuang sampah dengan memilah jenisnya. Ini untuk membantu pemulung memungut sampah-sampah plastik, " ujar Public Outreach PPRF Surya Aslim. Surya mengatakan, upaya PPRF sebenarnya secara langsung telah membantu mengatasi persoalan sampah plastik di Lhokseumawe.

Kamis, 12 Maret 2009

2025, Dunia Hadapi Krisis Air bersih

Sabtu, 7 Maret 2009 - 14:52 wib, Stefanus Yugo Hindarto - Okezone
ISTANBUL - Ahli konservasi dunia memperkirakan dua dari tiga penduduk dunia akan kesulitan mendapatkan akses bersih pada tahun 2025. sebab itu, sebanyak 25.000 ahli konservasi akan berkumpul di Istanbul, Turki untuk membicarakan masalah kelangkaan air bersih tersebut dalam waktu dekat.

Pertemuan yang digagas International Union for Conservation of Nature (IUCN) tersebut mencoba untuk menyumbangkan pikiran dan gagasan untuk mendorong pemerintah disemua negara menerapkan kebijakkan yang tepat tentang permasalahan air.

"Perubahan iklim dan permasalahan krisis air jelas menjadi pembahasan utama dalam pertemuan mendatang, selain bencana seperti badai," kata kepala IUCN, Mark Smith seperti dilansir RedOrbit, Sabtu (7/3/2009).
Sebelumnya, seorang professor National University, Singapura, Wong Poh Poh telah mengungkapkan jika pada tahun 2050 setengah dari jumlah penduduk dunia diprediksi akan kesulitan mengakses ketersediaan air bersih pada 2050. Hal itu disebabkan Pengaruh perubahan iklim menjadi faktor utama berkurangnya stok air di muka bumi.

Menurutnya di Asia bencana itu akan sangat mengerikan. Distribusi air menjadi tidak merata dan beberapa wilayah akan sangat sulit mengakses air bersih, terutama India dan China. Tingginya jumlah penduduk juga mendorong kedua negara itu kesulitan sumber air bersih.
(srn)

Kunci Konversi Sampah ke Energi Listrik Ditemukan

JAKARTA--MI: Mimpi mengubah sampah dan limbah menjadi aliran listrik kian mendekati kenyataan, terlebih ketika para peneliti dari Universitas Minnesota Amerika Serikat menemukan kunci konversi sampah ke listrik.

Baru-baru ini hasil penelitian tim Universitas Minnesota mendapati bahwa organisme bakteri yang mampu menghasilkan listrik bisa ditingkatkan produksi energinya dengan pasokan riboflavin - yang lazimnya dikenal dengan vitamin B-2.

Bakteri penghasil listrik itu bernama Shewanella, seringnya didapati di air dan tanah.

“Bakteri ini bisa mengubah asam susu (lactic acid) menjadi listrik,” kata Daniel Bond dan Jeffrey Gralnick dari Jurusan Mikrobiologi Institut Bio-Teknologi Universitas Minnesota yang memimpin penelitian.

"Ini sangat membahagiakan buat kami, karena menuntaskan teka-teki biologi yang sangat fundamental," kata Bond.

Ia menjelaskan, "Para pakar selama sudah bertahun-tahun mengetahui bahwa Shewanella bisa menghasilkan listrik. Dan sekarang kami tahu bagaimana bakteri ini melakukannya."

Penemuan ini juga berarti bakteri Shewanella bisa memproduksi energi lebih banyak lagi bisa riboflavin ditingkatkan jumlahnya. Selain itu penelitian tim Universitas Minnesota ini juga membuka peluang bagi berbagai inovasi di bidang energi terbarukan dan pembersihan lingkungan.
Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 3 Maret 2008.

Tim penelitian yang lintas-disiplin ilmu ini menunjukkan bahwa bakteri tumbuh di elektroda yang secara alamiah menghasilkan riboflavin.

Karena riboflavin sanggup membawa elektron dari sel-sel hidup ke elektroda, maka angka produksi listrik pun bisa ditingkatkan menjadi 370 persen saat riboflavin ditambah jumlahnya.

Penambahan bahan bakar mikroba ini menggunakan bakteri serupa yang bisa menghasilkan listrik untuk membersihkan limbah air.

"Bakteri bisa membantu kita menurunkan biaya pabrik pengelolaan limbah air," kata Bond.

Tapi untuk aplikasi yang lebih ambisius seperti listrik untuk transportasi rumah atau bisnis, masih kata Bond, dibutuhkan temuan ilmu biologi yang lebih mutahir dan pasokan bahan bakar sel yang lebih murah.

Lalu timbul pertanyaan, "Bagaimana bakteri ini bisa menghasilkan listrik?"

Secara alamiah, bakteri seperti Shewanella butuh mendapatkan dan melarutkan benda-benda logam seperti besi. Dengan kemampuan mengarahkan secara langsung elektron ke logam, membuat bakteri ini bisa mengubah kadar kimia dan tingkat ketersediaannya.

"Bakteri sudah sejak miliar tahun lalu mengubah kadar kimia di lingkungan hidup kita," kata Gralnick.

"Kemampuan mereka membuat besi menjadi zat yang terlarutkan adalah kunci dari proses siklus logam di lingkungan dan memainkan peran yang sangat penting buat kehidupan di Bumi," tambahnya.

Proses ini bisa berlaku terbalik untuk menghindari logam terkena kerosi, teruma buat logam-logam di kapal laut. (Ant/OL-06)

Mobil Plasma Pengolah Limbah


"Tirta Aji" berarti air berharga. Itulah label yang disematkan Heri Karnoto pada produk alkohol bikinannya. Lelaki 52 tahun itu mengelola perusahaan keluarga warisan kakeknya, Kerto Saiman, yang beroperasi sejak 1950-an. Industri alkohol rumahan di Desa Ngombaan, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu setiap bulan menghasilkan 100 liter alkohol berkadar 70% hingga 90%.

Heri memasarkan alkoholnya ke sejumlah rumah sakit dan apotek di pelbagai kota di Jawa Tengah. Ia membuat alkohol dengan bahan baku tetes tebu yang difermentasi. Lumayan rumit untuk memproduksi alkohol itu. Tetes tebu diperam selama tujuh hari dan disuling hingga tiga kali untuk memperoleh alkohol.

Setelah alkohol dihasilkan, muncul persoalan, yakni limbah dalam jumlah besar yang baunya menyengat. "Dari 100 liter produk alkohol, limbahnya mencapai enam kali lipat," kata Heri. Dulu ia membuang limbah alkoholnya ke Sungai Samin, yang terletak sekitar 50 meter di belakang rumahnya. Karena mencemari lingkungan, pemerintah melarang Heri membuang limbahnya ke sungai.

Sejak empat tahun silam, Heri harus mengangkut limbah cair itu dengan drum ke instalasi pengolahan limbah di desanya. Ada dua instalasi pengolah limbah (IPAL) di Desa Ngombaan, masing-masing berkapasitas 5 meter kubik untuk 50-an industri rumah tangga. IPAL komunal ini memang dimaksudkan untuk menjembatani persoalan limbah industri kecil di Sukoharjo.

Kini ada sekitar 20 IPAL komunal yang dibangun di sana. "Mereka tidak mungkin membangun unit pengolah limbah sendri," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo, Sri Hardiman Eko Yulianto. Namun instalasi IPAL komunal itu belum cukup untuk menuntaskan pencemaran air di Sukoharjo.

Begitu pula ketika dikembangkan pengolahan limbah menjadi biogas. "Tidak semua limbah bisa diolah," ujar Sri Hardiman. Sebab jumlah industri kecil di Sukoharjo mencapai 14.807 perusahaan. "Jadi, perlu terobosan untuk mengatasi persoalan limbah ini," ia menegaskan.

Titik terang datang pada saat Hardiman mengunjungi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam rangka Pekan Lingkungan Hidup, Juni 2006. Dia tertarik pada temuan Anto Tri Sugiarto, berupa pengolahan limbah dengan teknologi plasma yang hemat biaya dan minim tempat. Setelah memperoleh cerita tentang kendala limbah yang dihadapi Sukoharjo, Anto pun menyiapkan konsep IPAL keliling.
"Saya langsung menyatakan berminat," kata Hardiman. Meskipun, ia harus merogoh kocek lebih dalam, karena satu unit IPAL keliling membutuhkan dana Rp 450 juta. Hardiman kemudian menyurati Menteri Lingkungan Hidup, 11 April 2008, minta izin menggunakan dana alokasi khusus (DAK) untuk pengadaan unit pengolah limbah keliling itu. Menteri Lingkungn Hidup menyetujui sebagian DAK, Rp 856 juta, untuk pengadaan IPAL keliling tersebut.

Hardiman memesan IPAL mobile kepada PT Pasadena Engineering Indonesia, perusahaan yang ditunjuk Anto Tri Sugiarto sebagai pemegang hak paten IPAL teknologi plasma di Japan Office Patent No. 4111858. "Pembuatannya membutuhkan waktu 90 hari," tutur Anto. Pada 7 Januari lalu, dua unit IPAL pun diluncurkan di Kabupaten Sukoharjo.

Ada tiga bagian utama pada mesin pengolah limbah ini. Yang utama adalah tabung oksidasi, kemudian tabung koagulasi sedimen, dan tabung filter. Air limbah yang disedot menggunakan pompa masuk ke tabung oksidasi. Di tabung ini, limbah organik dioksidasi menjadi gas, sehingga semua limbah organik terurai menjadi gas.

Sedangkan zat anorganik, semacam zat besi, masuk tabung koagulasi sedimen yang di dalamnya terdapat aluminium sulfat atau tawas. Zat-zat itu mengendap ketika masuk tabung sedimen. Sedangkan airnya mengalir ke tabung filtrasi berupa karbon filter, sehingga segala polutan terserap. Air yang keluar berupa air bersih. "Jernihnya melebihi air mineral," kata Anto.

IPAL keliling itu, menurut Hardiman, memang diperlukan Sukoharjo. Sebab banyak industri kecil dan menengah yang belum memiliki instalasi pengolah limbah yang representatif. "Adanya mesin itu setidaknya bisa jadi solusi, terutama dalam mengendalikan pencemaran air yang selama ini banyak terjadi," katanya.

Alat itu sekarang memang belum beroperasi, kata Hardiman, karena memang masih dalam tahap sosialisasi. Selain itu, dia berencana melakukan modifikasi ulang. IPAL yang ada berupa seperangkat alat dalam boks beroda dua. Untuk menjalankannya, alat ini ditarik dengan mobil. Ini dipandang kurang gesit beroperasi di lapangan. "Ke depan bakal menyatu dengan mobil, seperti mobil boks," ujar Hardiman.

Sebagai tahap perkenalan, menurut Hardiman, akan diberikan layanan gratis sesuai dengan permintaan. Untuk selanjutnya dimungkinkan ada retribusi yang mesti ditanggung kalangan industri sebagai pengganti biaya operasional. "Tidak besar, anggap saja ganti bensin," katanya. Untuk itu, perlu dikeluarkan peraturan bupati sebagai dasar penarikan retribusi.

IPAL keliling di Sukoharjo merupakan yang pertama di Indonesia. Teknologi plasma ini diteliti Anto Tri Sugiarto ketika kuliah di Jepang pada 1998. Pada saat kembali ke Indonesia, lima tahun kemudian, ia menerapkannya dalam bentuk prototipe. Baru pada 2005 diciptakan mesin pengolah limbah teknologi plasma untuk perusahaan-perusahaan besar. "Tapi itu tidak bergerak, seperti IPAL tradisional," kata Anto.

Kelebihannya, dengan model ciptaannya, instalasi tidak membutuhkan lahan yang luas. Tidak ada limbah sebagaimana IPAL tradisional. Anto memang menciptakan IPAL mobile didasarkan atas kebutuhan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Ia mendapat informasi bahwa di Sukoharjo banyak industri menengah dan kecil. Industri semacam ini biasanya tidak memiliki unit pengolah limbah sendiri. Sebab lahan mereka sempit untuk membangun pengolah limbah tradisional.

Selain itu, duperlukan biaya besar. Padahal, limbah yang dihasilkan tergolong sedikit. "IPAL mobile ini cocok untuk kondisi semacam itu," katanya. Tak lama berselang setelah di Sukoharjo, Anto membuat IPAL mobile sejenis pesanan sebuah perusahaan elektronik di Kudus, dengan kapasitas 3 meter kubik, yang dimodifikasi dengan truk.

Menurut Anto, IPAL mobile dengan teknologi plasma di Sukoharjo mampu mengolah semua jenis limbah organik. Misalnya limbah rumah tangga, rumah sakit, hotel, pabrik, dan perusahaan tekstil. "Yang tidak bisa cuma untuk industri logam karena itu limbah anorganik," kata Anto pula.

Selain tidak menghasilkan limbah, menurut Anto, hasil akhirnya berupa air bersih siap saji setara dengan produksi air mineral. Teknologi plasma yang diterapkan pada IPAL ciptaannya mampu bekerja dan menetralkan bakteri serta membasmi zat kimia berbahaya. Selain ramah lingkungan, IPAL ini pun tergolong murah biaya operasionalnya. "Satu meter kubik limbah hanya membutuhkan daya listrik 300 watt atau sama dengan rice cooker," ujarnya.

Rohmat Haryadi dan Syamsul Hidayat
[Lingkungan, Gatra Nomor 13 Beredar Kamis, 5 Februari 2009]

UPT Balai Litbang Biomaterial - LIPI Unit Pelaksana Teknis Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pengolahan Limbah Cangkang Udang

Udang adalah komoditas andalan sektor perikanan yang umumnya diekspor dalam bentuk beku. Adapun Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor udang terbesar di dunia dengan nilai ekspor antara 850 juta sampai 1 miliar dollar AS per tahun.

Data Direktorat Jenderal Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa areal tambak udang nasional pada tahun 2003 seluas 478.847 hektar (ha) dengan volume produksi 191.723 ton atau 400 kilogram (kg) per hektar.

Untuk tahun 2004 ditargetkan usaha itu pada areal 328.425 ha dengan produksi 226.553 ton atau 690 kg per hektar. Setahun berikutnya pada areal seluas 397.398 ha dengan produksi 251.599 ton atau hanya 660 kg per hektar. Tahun 2006 seluas 480.850 ha dan 281.901 ton.

Tahun 2007 seluas 581.825 ha dan 318.565 ton, tahun 2008 seluas 704.013 ha dengan produksi 362.935 ton atau 510 kg per ha, serta tahun 2009 luas areal budidaya udang mencapai 851.852 ha serta volume produksi yang ditargetkan sebanyak 416.616 ton.

Sebagian besar udang yang dibudidayakan adalah jenis udang windu. Namun, pada dekade terakhir ini banyak yang mulai beralih ke jenis udang lain, yaitu udang vannamei (vannamei booming). Sebab, dari hasil penelitian, jenis ini lebih tahan dari serangan penyakit white spot yang banyak menyerang udang jenis lain, seperti udang windu.

Di Indonesia saat ini ada sekitar 170 pengolahan udang dengan kapasitas produksi terpasang sekitar 500.000 ton per tahun. Dari proses pembekuan udang (cold storage) dalam bentuk udang beku headless atau peeled untuk ekspor, 60-70 persen dari berat udang jadi limbah (bagian kulit dan kepala).

Diperkirakan, dari proses pengolahan oleh seluruh unit pengolahan yang ada, akan dihasilkan limbah sebesar 325.000 ton per tahun. Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sebab limbah tersebut dapat meningkatkan biological oxygen demand dan chemical oxygen demand. Sedangkan selama ini pemanfaatan limbah cangkang udang hanya terbatas untuk campuran pakan ternak saja, seperti itik, bahkan sering dibiarkan membusuk.
Ada peluang besar dalam inovasi pengolahan limbah cangkang udang yang berbasis bioindustri perikanan dan kelautan. Sebab, limbah tersebut merupakan sumber potensial pembuatan kitin dan khitosan, yakni biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri.

Kitin dan khitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia, enzimologi, obat-obatan, pertanian, pangan gizi, mikrobiologi, pertanian, industri membran (film), tekstil, kosmetik, dan lain sebagainya. Di luar negeri, teknologi pengolahan limbah cangkang udang ini sudah sangat maju sehingga mereka mampu menghasilkan produk khitosan dengan berbagai variasi dan kegunaan.

Cangkang udang jenis udang windu mengandung zat kitin sekitar 99,1 persen (paling besar dari jenis udang lainnya). Dengan teknologi sederhana dan bahan-bahan yang cukup murah, serta mudah didapatkan di dalam negeri, dalam proses pengolahan limbah cangkang udang tersebut akan dihasilkan kitin dan khitosan yang cukup berkualitas.

Adapun teknologi pengolahan tersebut dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

Demineralisasi. Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering, kemudian dicuci dalam air panas dua kali lalu direbus selama 10 menit. Tiriskan dan keringkan. Bahan yang sudah kering lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh.

Kemudian dicampur asam klorida 1 N (HCl 1 N) dengan perbandingan 10 : 1 untuk pelarut dibandingkan dengan kulit udang, lalu diaduk merata sekitar 1 jam. Biarkan sebentar, kemudian panaskan pada suhu 90°C selama satu jam. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C selama 24 jam atau dijemur sampai kering.

Deproteinasi. Limbah udang yang telah dimineralisasi dicampur dengan larutan sodium hidroksida 3,5 persen (NaOH 3,5 persen) dengan perbandingan antara pelarut dan cangkang udang 6 : 1. Aduk sampai merata sekitar 1 jam. Selanjutnya biarkan sebentar, lalu dipanaskan pada suhu 90°C selama satu jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan sehingga diperoleh residu padatan yang kemudian dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80°C selama 24 jam atau dijemur sampai kering.

Deasetilisasi kitin menjadi khitosan. Khitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (NaOH) 50 persen dengan perbandingan 20 : 1 (pelarut dibanding kitin). Aduk sampai merata selama 1 jam dan biarkan sekitar 30 menit, lalu dipanaskan selama 90 menit dengan suhu 140°C. Larutan kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian dengan air sampai pH netral, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 70°C selama 24 jam atau dijemur sampai kering. Bentuk akhir dari khitosan bisa berbentuk serbuk maupun serpihan.

Untuk ekstrasi kitin dari limbah cangkang udang rendemennya sebesar 20 persen, sedangkan rendemen khitosan dari kitin yang diperoleh adalah sekitar 80 persen. Maka dari itu, dengan mengekstrak limbah cangkang udang dengan mengacu pada kapasitas produksi terpasang udang nasional sekitar 500.000 ton per tahun yang masih bisa ditingkatkan dari seluruh unit pengolahan udang yang tersebar di Indonesia yang mampu menghasilkan limbah sebanyak 325.000 ton per tahun, maka akan diperoleh kitin sekitar 65.000 ton per tahun yang apabila diproses lagi akan diperoleh khitosan sekitar 52.000 ton per tahun.

Dari sisi ekonomi, pemanfaatan kitin maupun khitosan dari limbah cangkang udang untuk bahan utama dan bahan pendukung dalam berbagai bidang dan industri sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa limbah dan berasal dari sumber daya lokal (local content).



Penulis: Kurnia Wiji Prasetiyo, S.Hut., Staff Peneliti di UPT Balai Litbang Biomaterial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Artikel ini juga terbit di KOMPAS pada tanggal 15 Mei 2006.

Kementerian Lingkungan Hidup Sediakan Pinjaman Lunak UKM

Kementerian Lingkungan Hidup menyediakan pinjaman lunak demi membantu usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia untuk investasi lingkungan. Bantuan tersebut bekerja sama dengan pemerintahan Jepang dan Jerman.

Hal ini seperti dipaparkan Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Sudaryono, saat seminar program pinjaman lunak lingkungan, di Hotel Nikko, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (24/2/2009).

UKM tersebut dalam mengelola lingkungan tidak tersedia dana untuk pengadaan peralatan, pencegahan, dan pengendalian pencemaran. Ini menjadi masalah yang dihadapi UKM tersebut.

Maka dari itu, pihak Kementerian Lingkungan Hidup mengadakan program pinjaman lunak ke para UKM ini. Pinjaman lunak tersebut dibagi menjadi empat program.

Yakni JBIC-PAE (dana pinjaman lunak berasal dari pemerintah Jepang melalui program Japan Bank for International Cooperation Polution Abatement Equipment) dari tahun 1992. Dengan dana alokasi sebesar Rp313 miliar, dana yang tersedia sebesar Rp15 miliar (status revolving di bank pelaksana), jenis kredit investasi, serta sistem penyaluran bank langsung.
Program kedua, IEPC-KfW I dana pinjaman lunak dari pemerintah Jerman melalui program industrial efisiensi and polution control atau IEPC-KfW tahap I yang sudah digelontorkan sejak 1997. Dengan status revolving di bank pelaksana, dana pinjaman ditujukan bagi UKM skala kecil dan menengah nasional yang memiliki aset kurang dari Rp8 miliar (di luar tanah dan bangunan).

Jumlah pinjaman maksimum Rp3 miliar, dan suku bunga pinjaman 9-14 persen. Sementara jumlah alokasi dana sebesar 95 persen dan dana yang tersedia Rp42 miliar, serta jenis kredit investasi.

Program ketiga, IEPC-KfW tahap II, di mana dana pinjaman untuk UKM nasional yang memiliki aset kurang dari Rp10 miliar, jumlah pinjaman maksimum Rp5 miliar.

Tingkat suku bunga pinjaman tergantung bank penyalur dan sudah digelontorkan sejak 2005 pinjamannya, jumlah alokasi dana Rp110 miliar, dana tersedia Rp70 miliar, jenis kredit investasi dan modal kerja, sistem penyaluran menggunakan Apex Bank, serta masih menggunakan dana loan hingga 2009.

Sedangkan program keempat yakni debt for nature swap (dana pinjaman ini merupakan kerja sama antara pemerintah Jerman dengan Indonesia). Melalui KfW, dan pinjaman ditujukan bagi usaha kecil dan mikro dengan maksimum pinjaman Rp500 juta dengan sistem bagi hasil dan pinjaman ini ada sejak 2006.

Jumlah alokasi dana Rp80 miliar, dana tersedia Rp35 miliar, jenis kredit investasi dan modal kerja, sistem penyaluran bank langsung, serta pinjaman ini masih menggunakan dana swap hingga 2010.

(www.okezone.com)

Limbah Tambang Terus Cemari Lautan

Isu Pemanasan Global Bisa Menyesatkan
 Ikan yang mati akibat perairan tercemar
Rabu, 11 Maret 2009 | 09:34 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Nawa Tunggal

JAKARTA, KOMPAS.com — Menjelang penyelenggaraan Konferensi Kelautan Dunia pada 11-15 Mei 2009 di Manado, Sulawesi Utara, Indonesia belum menunjukkan konsistensinya menjaga lingkungan kelautan. Aktivitas pertambangan tetap mencemari lautan.

Sedikitnya sampai saat ini masih terdapat 340.000 ton limbah tambang yang terbuang ke laut dan mencemarinya hanya dari dua perusahaan asing terbesar yang beroperasi di wilayah Papua dan Nusa Tenggara Barat.

”Dengan penyelenggaraan WOC (Konferensi Kelautan Dunia), masalah mendasar untuk menjaga lingkungan kelautan dari aspek pencemaran limbah tambang di Indonesia sendiri masih terabaikan. Euforia perubahan iklim membuat tersesat dan menjadikannya sebagai pencarian sumber dana baru atau skema finansial yang baru,” kata Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang Siti Maemunah, Selasa (10/3) di Jakarta.
Menurut Maemunah, substansi perusakan lingkungan kelautan akibat operasional tambang di Indonesia masih ditutupi. Tanpa ketegasan Indonesia, penyelenggaraan WOC diragukan akan mampu menyentuh substansi.

”Utang kerusakan ekologis kelautan oleh kegiatan pertambangan dari negara-negara lain tersebut tidak akan sebanding dengan dana-dana hibah asing untuk program rehabilitasi kelautan kita,” kata Maemunah.

Usulan konkret yang perlu disampaikan, menurut Maemunah, seperti yang pernah dihasilkan dalam Konferensi Internasional Pembuangan Tailing ke Laut di Manado pada 23-30 April 2001. Pada konferensi yang dihadiri delegasi 15 negara tersebut diserukan komitmen untuk menjaga kelestarian kelautan dengan menolak pembuangan limbah tambang sampai ke laut.

”Perusahaan pertambangan selalu menyatakan limbah tambang secara teknis sudah ditangani di darat. Namun, pada kenyataannya laut tetap menjadi tempat sampah bagi pertambangan karena limbah terhanyut oleh air hujan,” kata Maemunah.

Pencemaran dibahas

Secara terpisah, Sekretaris Panitia Nasional WOC Indroyono Soesilo mengatakan, dari 32 sesi simposium pada penyelenggaraan WOC nanti, tentu akan dibahas aspek pencemaran laut dari kegiatan pertambangan.

Akan tetapi, fokus pada tema besar penyelenggaraan WOC akan tetap pada aspek peran dan pengaruh kelautan terhadap perubahan iklim.

”Ada empat hal yang ingin diraih dari penyelenggaraan WOC ini,” kata Indroyono.

Keempat hal tersebut meliputi pembahasan kesepakatan tentang peran kelautan terhadap perubahan iklim global, dampak perubahan iklim global terhadap kelautan, program adaptasi dan mitigasi menghadapi perubahan iklim global, serta menggalang kerja sama internasional untuk mengatasi perubahan iklim global.

”Kesepakatan tersebut yang akan dituangkan ke dalam Manado Ocean Declaration. Kegiatan pertambangan terkait dengan perubahan iklim dan kelautan sehingga masalah ini tetap akan dibahas,” kata Indroyono.

Tambang dihentikan

Sementara itu, Maemunah mengatakan, bulan April 2009 ada kebijakan pemerintah atas desakan berbagai LSM untuk menghentikan kegiatan tiga perusahaan tambang yang mencemari laut di Waigeo, Kepulauan Raja Ampat, Papua. Perairan tersebut dikenal sebagai kawasan terkaya biodiversitasnya sedunia.

”Meski penambangan dihentikan, pemulihan ekosistem tidak akan mudah,” ujar Maemunah.

Dia juga menyebutkan, era otonomi daerah berimplikasi pada distribusi kewenangan yang tidak berpihak bagi lingkungan kelautan. Izin usaha penambangan di berbagai wilayah provinsi dan kabupaten atau kota cenderung bertambah.

Senin, 02 Maret 2009

KELUARGA ALUMNI STTL YOGYAKARTA ANGKATAN 1997


 
Keluarga Alumni STTL Yogyakarta 1997 didirikan tanggal 10 Juni 2002, bertepatan dengan lulusan ”pertama” rekan-rekan Angkatan 1997. Pada waktu itu kami hanya ”mewajibkan” wisudawan 1997 untuk memberikan biodatanya kepada pengurus Angkatan 1997 karena Pengurus Alumni 1997 belum terbentuk. Namun setelah lulusan yang ketiga tahun 2004 akhirnya kami sepakat membentuk Keluarga Alumni STTL Yogyakarta 1997 dengan Pengurus ”seadanya” dan anggota alumni 12 orang.

Dengan kepengurusan ”seadanya” itu, tidak mengurangi perjuangan kita untuk selalu berkomunikasi dan mencari informasi keberadaan rekan-rekan kita Alumni 1997, sehingga terbitlah BUKU ALUMNI STTL 1997 Edisi Ke 6 (mudah-mudahan bermanfaat bagi rekan semua). Kini jumlah alumni 1997 yang sudah terdata mencapai ratusan orang (hampir semua alumni 1997 terpantau), namun yang selalu aktif memperbaharui biodatanya hingga saat ini hanya sekitar 60%, mungkin karena biodata rekan-rekan tidak berubah atau karena setelah lulus berganti alamat, no tlp dll sehingga tidak dapat lagi dihubungi. Kedepan kami mengharap dukungannya terus sehingga data tersebut dapat terus diperbaharui dari tahun ke tahun.

Dalam rangka PEMUTAHIRAN DATA Alumni STTL YOGYAKARTA 1997 Tahun 2009, dengan ini kami selaku pengurus meminta kepada seluruh anggota alumni 1997 segera mengirimkan kembali Biodata TERBARU untuk di up date.

Data tersebut dapat rekan-rekan kirimkan melalui e-mail ke adewahyudiyanto@yahoo.com selambat-lambatnya akhir maret 2009. Informasi ini dapat disampaikan kepada rekan-rekan lain agar segera mengirimkan biodata terbarunya.
Bagi rekan yang sama sekali belum menginput data, dapat mengirimkan biodata ke alamat e-mail diatas yang berisi Nama, TTL, Alamat Rumah, Instansi Tempat Kerja

Bagi rekan-rekan kami sarankan untuk bergabung ke situs pertemanan facebook.com atau friendster.com dan bergabung kedalam grups Alumni STTL’97 agar kami dapat berkomunikasi dan segala aktifitas, kritik serta saran dapat kita diskusikan bersama disana.
Terima kasih.

Ketua,

ADE WAHYUDIYANTO

Minggu, 01 Maret 2009

Ribuan Warga Yogyakarta Bersepeda Peringati SO 1 Maret 49

Yogyakarta - Ribuan warga Yogyakarta bersepeda bersama memperingati peristiwa Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949. Acara tersebut dipusatkan di titik nol kilometer di simpang empat Kantor Pos Besar Yogyakarta di Jl Senopati, Minggu (1/3/2009) pukul 07.00 WIB.

Acara bertajuk sepeda bersama dan menjadikan Kota Yogya kembali sebagai kota sepeda itu diikuti berbagai komunitas dan klub sepeda di Yogyakarta seperti Komunitas Segosegawe (sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe), Jogja Onthel Community (JOC), Paguyuban Onthel Jogjakarta (Podjok), Komunitas Sepeda Low Rider, hingga Komunitas Guyub Rukun.

Selain komunitas sepeda, acara juga diikuti para pelaku sejarah peristiwa SO 1 Maret dari Paguyuban Wehrkreise III Yogyakarta.

Sebelum berkumpul di Plaza Monumen Serangan Oemoem 1 Maret 49, peserta datang dari empat titik penjuru. Dari arah utara peserta berangkat dari Monumen Jogja Kembali.

Selanjutnya dari arah barat berangkat dari Demak Ijo, Jl Godean. Dari arah selatan dari gedung piramid Jl Parangtritis Sewon Bantul dan arah timur dari gedung Jogja Expo Center (JEC) Janti.

Dengan mengendarai berbagai jenis sepeda, para peserta juga mengenakan atribut jaman perjuangan serta berkalungkan janur kuning.

Di plaza monumen, peserta langsung disambut sejumlah anggota veteran/pelaku SO 1 Maret 49 bersama Walikota Yogyakarta Herry Zudianto. Di tempat itu juga digelar berbagai acara mengenang peristiwa SO 1 Maret yang telah menewaskan sekitar 300-an pejuang Indonesia.

Herry Zudianto dalam sambutannya mengatakan, bersepeda tidak hanya menjadikan badan sehat, namun juga upaya untuk mengatasi pemanasan global.

"Bersepeda tidak identik dengan kuno, tapi itu sikap modern warga Yogyakarta untuk ramah lingkungan," katanya. (bgs/mok)

Foto - foto bisa dilihat di :
http://foto.detik.com/readfoto/2009/03/01/100527/1092254/157/1/bersepeda-peringati-so-1-maret-49