Senin, 22 Juni 2009

Google data center water treatment plant


First presented at the Google Efficient Data Centers Summit,
hosted at Google headquarters in Mountain View, CA on April 1, 2009.

For more information about the event or Google's data center efficiency efforts, please visit: http://www.google.com/corporate/green...

Waste Water Treament Plant


An quick informative video on waste water treatment in the US. 
This video is a good overview of the San Francisco waste water treatment tour led by Down to a Science.

Soils Remediation and Environmental Drilling


Wow, Burung Angsa Dari Sampah Bungkus Kopi

 Oom Rosliawati dengan karya seninya dari sampah bungkus kopi

Minggu, 21 Juni 2009 | 21:19 WIB

CIMAHI, KOMPAS.com - Sebagian besar peminum kopi mungkin akan membuang wadahnya begitu selesai memindahkan isinya ke dalam cangkir atau gelas.

Tapi, bagi orang kreatif, bungkus kopi itu mungkin lebih berharga dibandingkan dengan isinya. Bahan yang sekilas tampak tak berguna itu bisa juga menjadi bahan untuk hasil karya berupa hiasan di rumah atau karya lain yang indah.
Itulah yang dilakukan Oom Rosliawati, warga Jalan Encep Kartawirya, Citeureup, Cimahi Utara. Di usianya yang sudah mencapai 59 tahun, ia masih terus mengembangkan karyanya dengan bahan bungkus kopi.

Lebih dari 20 model sudah diciptakannya. Mulai model tas tangan yang biasa digunakan sebagai wadah kosmetik dan keperluan perempuan, wadah buah, dompet, sarung telepon seluler, hingga vas bunga.

Namun, yang paling menarik adalah model angsa yang dipajang di rak televisi rumahnya. Model itu menghabiskan 1.827 bungkus kopi dan dikerjakan selama dua pekan.

"Angsa itu bisa mengambang di atas air karena saya beri dandang plastik di bawahnya," ujar istri dari Anang Hendi (61).

Menurut Oom, satu karya angsanya pernah dibeli istri Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf, Sandy Dede Yusuf, pada suatu pameran. Beberapa karyanya dipajang di ruang tengah rumahnya.

Saat ini Oom sedang mengerjakan topi koboi dari bungkus kopi untuk dipajang pada pameran ulang tahun Kota Cimahi, Juni mendatang.

Perempuan yang juga Ketua RT 05 Kampung Sukareja ini mengaku, karya ini berawal dari keprihatinannya saat sampah Leuwigajah tidak bisa digunakan lagi.

Oom sudah sejak kelas 6 SD suka melipat-lipat wadah bekas rokok. Setelah berhenti cukup lama, akhirnya setahun lalu, ibu tiga anak ini memulai kembali hobinya untuk melipat-lipat bungkus kopi yang sudah tidak terpakai. Bahkan, kertas koran pun dijadikan rak buku.

"Saya tidak biasa mematok harganya. Terkadang sungkan untuk membuka harga karena hanya terbuat dari bungkus kopi. Biar konsumen saja, mau beli berapa saja silakan," ujarnya.

Demi mempercepat waktu pembuatan, ia dibantu tiga ibu-ibu tetangganya. "Sebenarnya pengen buka galeri di depan rumah, tetapi saya butuh bantuan banyak ibu-ibu," jelasnya. (agung yulianto wibowo)


Sumber : TRIBUN JABAR

Mungkinkah Tanda-tanda Kiamat Itu Sudah Terlihat?

 
Foto satelit di samping menunjukkan pengurangan drastis es di puncak Gunung Kilimanjaro, Tanzania. Foto yang dikeluarkan Program Lingkungan PBB (UNEP) ini diambil tahun 1976 (atas) dan tahun 2006 (bawah). UNEP pada 10 Juni 2008 menerbitkan atlas yang memuat foto-foto yang menunjukkan perubahan drastis akibat pemanasan global di semua negara Afrika. Atlas tersebut membuat banyak pihak terperanjat.

Minggu, 21 Juni 2009 | 16:49 WIB

MEDAN, KOMPAS.com - Perubahan iklim yang terjadi dewasa ini membuat negara-negara di belahan dunia ini termasuk juga Indonesia sangat rentan terhadap bencana, Kelaparan, kemiskinan dan penyakit.

Kepala Bidang Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup Indonesia, Dadang Hilman, MA mengungkapkan hal itu dalam suatu seminar di Medan, Minggu (21/6).

Mengutip sebuah laporan, ia mengatakan, Indonesia salah satu negara yang rentan terhadap bencana yang terkait dengan perubahan iklim seperti halnya pemanasan global.

Kemungkinan pemanasan global itu akan menimbulkan kekeringan dan curah hujan ekstrim yang pada gilirannya akan menimbulkan resiko bencana iklim yang lebih besar pada berbagai belahan dunia.

"Di Indonesia selama periode 2003-2005 terjadi 1.429 bencana. Sekitar 53,3 persen adalah bencana terkait dengan hidro-meteorologi. Banjir adalah bencana yang sering terjadi atau sebanyak 34 persen dan diikuti bencana longsor sebanyak 16 persen," katanya.

Pada seminar Nasional Lingkungan Hidup dengan tema Pelestarian Lingkungan Dalam Upaya Mengurangi Dampak Pemanasan Global di Universitas Negeri Medan (Unimed) itu, ia mengatakan, pemanasan global ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi.

Hal tersebut sebagai akibat peristiwa efek rumah kaca yaitu terperangkapnya radiasi matahari yang seharusnya dipancarkan kembali ke angkasa luar namun tertahan oleh lapisan akumulasi Gas Rumah Kaca di atmosfer.

Berbagai tindakan aktif untuk mencegah terjadinya perubahan iklim dan mengurangi dampak pemanasan global dapat dilakukan dengan upaya penurunan emisi GRK.

Selain itu juga telah dilakukan berbagai kebijakan seperti di bidang kehutanan dengan penanggulangan illegal logging, rehabilitasi hutan dan lahan, serta konservasi, restrukturisasi sektor kehutanan, pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, penanggulangan dan pencegahan kebakaran hutan dan sebagainya.

Dalam sebuah laporan yang dikeluarkan Bank Dunia pada 2006, disebutkan bahwa kerugian global akibat perubahan iklim diperkirakan akan mencapai 4,3 triliun dolar.

"Kerugian ini akan menjadi tanggungan negara-negara berkembang dan miskin yang relatif memiliki keterbatasan adaptif akibat keterbatasan modal dan teknologi," katanya.

BNJ
Sumber : Ant

Celaka, Masyarakat Indonesia Ternyata Tidak Tahu Fungsi Hutan

 Ilustrasi kerusakan hutan


Senin, 22 Juni 2009 | 11:34 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com — Budaya cinta lingkungan seperti menanam pohon dan membersihkan halaman harus ditanamkan kepada anak sejak usia dini agar dalam perkembangannya tidak menjadi hal yang mudah dilupakan.

Hal itu dikatakan salah seorang staf pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Jayapura, Yunus Paelo, di Jayapura, Senin (22/6), menanggapi banyaknya kasus pembabatan hutan yang terjadi di Papua.

Ia menjelaskan, perkembangan sosial ekonomi yang saat ini terjadi membuat hutan menjadi terbabat habis sehingga untuk melestarikan kembali alam yang rusak itu perlu ditanamkan budaya menanam untuk generasi penerus sejak dini.
"Hal ini harus menjadi perhatian serius semua pihak, di sini dituntut peran dan bimbingan dari para orangtua dan guru di sekolah untuk memberikan mereka pemahaman tentang pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan," katanya.

Yunus menambahkan, perubahan iklim global yang terjadi saat ini sudah menjadi suatu bukti konkret sebagai akibat dari rusaknya lahan dan hutan, di mana masyarakat hanya menebang pohon tanpa melakukan penanaman yang baru.

"Kalau sejak usia dini sudah berikan pemahaman dan pengetahuan seperti jika menebang pohon maka harus diimbangi dengan penanaman yang baru, ke depan diharapkan akan terwujud penghijuan," ujarnya.

Pemerintah sudah seringkali memberikan imbauan dan larangan bagi warga, terutama yang bermukim sekitar hutan dan para perambah hutan liar, agar tidak mengeksploitasi hutan secara berlebihan, tetapi yang menjadi alasan adalah masalah ekonomi.

"Di sinilah masalahnya, di mana belum ada kesadaran masyarakat Indonesia tentang fungsi hutan itu sendiri," paparnya.

Ia menuturkan, dirinya memandang perlu adanya permasalahan lingkungan yang dimasukkan mata pelajaran, seperti muatan lokal pada semua tingkat pendidikan.

"Kalau masalah ini tidak secara berkesinambungan dilaksanakan, maka dikhawatirkan hutan kita akan rusak total," tambahnya.

BNJ
Sumber : Ant

Madukismo Bayar Ganti Rugi Rp 40 Juta untuk Petani Ikan

Senin, 22 Juni 2009 | 20:10 WIB

BANTUL, KOMPAS.com — Petani ikan di Miri, Sewon, Bantul, dan petani di sekitar Miri, akhirnya mendapat ganti rugi Rp 40 juta atas kematian ikan-ikan mereka. Karena Pabrik Gula Madukismo sudah menyatakan mau memberi bantuan uang, Pemkab Bantul yang awalnya akan ikut membantu, tidak jadi membantu uang. Selasa (23/6) besok, uang itu diberikan.

Petani mengajukan Rp 94 juta, tetapi dari pemetaan petugas Dinas Kelautan, Perikanan dan Perternakan (KPP) Bantul, kerugian mereka hanya Rp 38 juta. "Angka Rp 38 juta ini kami bulatkan menjadi Rp 40 juta, persis uang bantuan yang dijanjikan Madukismo," ujar Bupati Bantul Idham Samawi, Senin (22/6). Uang kepedulian, begitu istilah bantuan uang itu. Idham menolak istilah uang ganti rugi.
Kepala Dinas KPP Bantul Mursumartinah mengatakan, ada lima kelompok petani ikan yang menerima, yakni Mina Mitra Usaha (Rp 25,3 juta), Mina Wira Mandiri (Rp 600.000), Mina Jaranan Mulyo (Rp 4,8 juta), Sido Maju (Rp 4,8 juta), dan Lintang Makmur (Rp 4,5 juta). Rata-rata satu petani mendapat uang kepedulian Rp 200.000-Rp 400.000.

Ketua Mina Mitra Usaha Budi Marsigit mengatakan, ia tak mempermasalahkan besar ganti rugi itu. "Yah mau bagaimana lagi. Kami tetap berterima kasih," ujar Budi. Awalnya, Mina Mitra Usaha mengajukan ganti rugi Rp 50 juta.

Kasus kematian ikan di Sewon ini terjadi pertengahan Juni lalu. Dari hasil uji sampel air, diketahui kolam ikan petani terkontaminasi limbah pabrik spiritus, dan juga limbah-limbah lain yang ditengarai bukan dari pabrik spiritus.

Minggu, 07 Juni 2009

STTL YLH - GODUCATE LIMITED SINGAPORE


Klik gambar untuk memperbesar